Thursday, October 13, 2016

Ciri-ciri Jodohmu Sudah Dekat!

ciri-ciri jodoh menurut islam


Ciri-ciri Jodoh Sudah Dekat - Suatu saat, kamu pasti akan ditanya tentang pasangan hidupmu, dan saat itu seringkali kita tidak punya jawabannya.

Terutama jika belum mempunyai tambatan hati sama sekali, kayaknya pertanyaan tersebut jadi paling horror di sepanjang hidupmu. Iya, kan?

Setiap orang pasti ingin mempunyai pasangan yang sholeh akhirat dan dunianya. Contohnya jodoh yang tampan, hafal al-Qur'an, ibadahnya poll, dari nasab yang baik pula.

Tetapi kadang-kadang kita hanya berangan-angan saja tanpa mempersiapkan diri untuk kedatangan jodoh shaleh tersebut. Ini tentu menjadi kesalahan yang sudah menjadi kaprah. Manusia memang selalu seperti itu.

Nah, jika kamu adalah salah satu orang yang seperti itu ... maka, yuk, mulai untuk dirubah dari sekarang. Jika ingin jodoh yang terbaik maka lakukan persiapan-persiapan untuk kedatangan jodoh idaman dari sekarang, sebelum nanti menelan kekecewaan.

Allah membocorkan Rahasia tentang jodoh didalam surat An-nur Ayat 26 :

“ Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang .baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (Qs. An Nur:26)

Meskipun asbab nuzul hadits tersebut adalah untuk menghibur Bunda 'Aisyah yang telah didera fitnah dahsyat, tetap saja ayat diatas Allah jelaskan laki-laki yang baik hanya untuk wanita yang baik begitu juga sebaliknya.

Nah, inilah ciri-ciri jodoh sudah dekat,

1. Keimanan dan Kebaikannya Hampir Setara

Mungkin kita sudah familiar dengan ungkapan, "Jodoh itu ibarat cermin." Yap, memang seperti itulah adanya.

Tetapi yang harus diingat adalah cermin yang dimaksud adalah cermin yang tidak memantulkan sempurna. Kenapa? Karena kalau memantulkan sempurna maka tidak ada yang namanya saling melengkapi, kan?

Nah, maksud dari setara ini adalah ketika kamu suka dengan suatu kebaikan, maka dia pun juga senang melakukannya. 

2. Karakter dan Kepribadiannya Hampir Mirip

Artinya, ada beberapa hal dalam dirimu yang bisa dilihat di dalam diri orang yang (mungkin) jodoh kita. Semisalkan kamu suka baca buku, dia pun juga ternyata suka baca buku. Atau bisa juga saling melengkapi. Satu suka baca satunya suka nulis. Enak gak, tuh?

3. Wajah yang Hampir Mirip

Ini sudah lazim kita temui, sepasang suami istri biasanya berwajah mirip. Entah itu dari matanya, hidungnya, mimik muka ketika senyum, atau lainnya.

Cobalah jalan-jalan, barangkali di jalan menemukan orang yang mirip denganmu. Siapa tahu itu jodoh? He he

4. Jika Bertemu Dengannya, Selalu Ingin Menundukkan Mata

Inilah salah satu ciri jodoh yang baik. Rasa-rasanya ketika bertemu seseorang yang memang sedari awal sudah mengait hati, meskipun tidak melihat mukanya, selalu saja mendebarkan.

Indah rasanya bila sebelum halal saja sudah saling menjaga pandangan.

5. Tutur Katanya Selalu Masuk ke Dalam Hati

Mungkin kata-katanya sederhana ketika berbicara denganmu, tetapi dengan kesederhaan seperti itu pun sudah membuat hatimu berdegup kencang tanda bahwa nasehat dan tutur katanya itu dapat membuatmu tergerak untuk melakukan sesuatu.

Nah, itulah sedikitnya ciri-ciri jodohmu sudah dekat

Thursday, June 30, 2016

Arman Dhani: Kapan Nikah?


Kapan Nikah?

Belakangan saya kepikiran ibu, tentang bagaimana ia bertambah tua, bertambah ringkih, beberapa kali sakit tanpa memberi kabar, juga matanya yang semakin kelelahan. Apa yang lebih menggetarkan perasaan ketimbang rasa khawatir pada seseorang yang kamu cintai?

Seperti dua tahun sebelumnya, saya memutuskan untuk tidak merayakan idul fitri dan pulang ke Bondowoso. Barangkali saya merasa takut, takut jika kemudian saya pulang, memandang mata itu saya memutuskan untuk tidak kembali ke Jakarta. Kamu tahu? Dihantui rasa cinta menggebu untuk berbakti sebagai seorang anak dan menjadi seseorang yang bisa diandalkan orang tua.

Tapi saya tahu, ibu saya tidak akan membahas hal remeh semacam itu. Ibu mungkin akan sesegera mungkin mengusir saya kembali ke Jakarta untuk kembali bekerja. Sambil sesekali mengingatkan untuk tidak pernah lupa berdoa dan sholat. Menegur agar menjaga pola makan dan diet tapi menitipkan berbagai panganan seperti dendeng ragi, abon, orek tempe dalam jumlah besar.

Pulang ke rumah saat lebaran tentu menyenangkan. Ini bukan soal libur, ini soal kembali menyigi akar. Menyesap kembali identitas sebagai "orang daerah". Bagi saya mudik bukan soal lebaran, bukan soal merayakan ibadah, bagi saya mudik adalah perkara menemukan lagi hal remeh yang kamu rindukan tanpa sadar. Seperti teman, makanan, jalan, ruang, waktu, juga pemandangan.

Ini sesuatu yang mahal. Bukan, bukan soal jarak dan harga yang mesti dibayar melalui tiket. Kamu tidak bisa memberi harga pada pengalaman dan perasaan. Tapi kita tahu tidak semua hal sentimentil itu menyenangkan. Ia bisa jadi melukai, terutama, jika kamu mengingat hal yang membuatmu sedih. Kematian, perpisahan, juga jejak ingatan masa lalu.

Pulang ke rumah bagi saya bisa jadi upaya menghadapi yang belum selesai. Menjawab pertanyaan yang enggan saya jawab. Juga hal-hal yang menjadi beban. Belakangan ada yang berubah soal menghadapi beban. Terlebih ketika ibu bertanya tentang "kapan menikah?", belakangan saya menganggapnya sebagai ungkapan sayang ketimbang tuntutan.

Ibu makin tua, ia menyadari bahwa mungkin tak akan lagi dapat mengurus anak-anaknya. Ibu saya, yang keriput, dan selalu menangis ketika berdoa itu, paling gemar merawat anak-anaknya. Ia akan memasak, mencuci, mempersiapkan pakaian untuk anaknya dengan suka cita. Mengomel? Tentu saja.

Pernah saya mencuci baju, tidak bersih benar, dengan muntab ibu mencuci ulang, menyetrikanya, mengomel dari pagi hingga siang. Ibu adalah penguasa rumah. Oh kau boleh mengaku feminis, mengaku mendukung emansipasi, mendukung kesetaraan gender, tapi bagi ibu pekerjaan-pekerjaan itu adalah hidupnya, cintanya, dan seluruh jagat kecil yang ia lakukan sejak kanak-kanak.

Ibu akan marah besar jika kami makan di luar. "Dikira aku tidak bisa masak apa?" begitu terus. Kami anak-anaknya pernah merasakan ini, jadi jika kami ingin makan sesuatu, mesti sembunyi-sembunyi. Bukan, bukan karena ibu galak, kukira karena saya dan kakak yang lain tak ingin ibu terluka.

"Kamu kapan nikah?" katanya lagi. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya. Ini bukan tuntutan, ini adalah pernyataan sayang. Pertanyaan ini kerap diikuti dengan kata-kata lain seperti. "Carilah istri yang bisa memasak, yang bisa mengurus anak, yang bisa anteng di rumah, yang bisa merawat kamu," katanya.

Bu, saya sedang mencari istri, dan bukan pembantu, bahkan jika punya pembantu, tak akan saya suruh dia bekerja dengan beban berlebihan. Tapi tentu kalian tahu, saya tak mungkin menjawab demikian. Semua saya simpan dalam kepala saja. Saya tak tega mendebat ibu, ia sudah kepalang menderita sembilan bulan merawat saya untuk didebat dengan ilmu pengetahuan yang saya dapat atas biayanya.

Lain hari ibu menawarkan hal yang lain. "Carilah istri yang berjilbab, yang menjaga aurat, yang pintar mengaji, yang ahli ibadah dan bisa membawamu ke surga," katanya.

Bagaimana pula saya mencari istri yang demikian baik? saya sholat saja kerap tidak, mengaji saja tersendat, bertato pulak. Mana ada perempuan demikian baik mau padaku? Jika ada pun tak mungkin sudi menengok, dilirik saja sudah bagus.

Ini juga tak saya utarakan. Ibu bahkan tak tahu saya punya tato.

Saya ingin pulang dan ditanyai kapan nikah. Saya mau ibuku, mungkin juga bu Supik, perempuan yang merawat saya sejak kecil bertanya tentang dengan siapa saya akan menikah. Perempuan hebat mana yang saya cintai. Mungkin saya akan menceritakan kamu, mungkin juga tidak. Mungkin saya hanya ingin memeluk ibu, Bu Supik dan juga keponakan-keponakan saya yang lain.

Saya terlalu bahagia dan rindu untuk dipusingkan negativitas, kepahitan, dan juga rasa marah untuk merespon pertanyaan kapan nikah dengan jawaban ketus. Mungkin dulu saya akan marah, tapi tidak sekarang, tidak hari ini. Saya tahu mereka mencintai saya, ibu, paman, juga saudara tua yang brengsek itu juga akan bertanya kapan menikah.

Dulu saya pikir pertanyaan-pertanyaan klise yang diajukan di ruang tengah ketika lebaran itu adalah bentuk invasi ruang privat. Tapi tahu apa ibu saya soal ruang privat? Paman dan bibi saya? Mereka orang-orang sederhana yang tidak paham konsep-konsep besar peradaban modern. Berdebat dengan isi kepala yang tinggi tidak berguna di hadapan orang-orang ini.

Bertahun lalu, ketika saya merasa gagah dengan isi kepala saya, saya pernah bedebat tentang banyak hal. Tentang bahwa orang tua tak punya hak pada anak, kami ini mahluk merdeka, bahwa kami ini berhak menentukan nasib sendiri, bahwa kami tak harus tunduk pada peraturan, tata krama, dan nilai-nilai mereka. Bukan merasa hebat, saya hanya menyakiti orang orang yang saya cintai.

Ibu menangis. Saya tak pernah merasa seburuk itu dalam hidup. Buat apa ilmu tinggi jika hanya untuk menyakiti?

Saat bertanya mereka mungkin hanya penasaran. Bibi saya mungkin akan sibuk bertanya mengapa saya tidak juga menikah, padahal sudah mapan. Paman saya mungkin akan bertanya ada pekerjaan apa di Jakarta buat anaknya yang baru lulus SMK. Mengapa mesti menyakiti mereka dengan kata-kata kasar? Kamu tidak pernah tua, tapi mereka pernah muda, kebijaksanaanmu barangkali tidak ada seujung jembut mereka.

Oh tentu ada saudara brengsek. Yang gemar bergunjing, menyindir, dan memaki. Kemudian yang jadi pertanyaan, perlukah berinteraksi dengan mereka? Jika tidak mengapa merusak hari raya dengan menghadapi kemurungan? Perlukah merusak hubungan hanya karena sebuah pertanyaan? Kalian punya pilihan, menjawab dengan baik, atau bahkan tidak perlu dibahas sama sekali.

Tapi saya tahu, ada orang-orang baik yang bertanya dengan perasaan kasih sayang tulus soal kapan saya menikah. Saya tidak perlu unjuk bagasi kepala dengan congkak hanya untuk menjawab itu. Untuk ibu, bu supik, adik, dan saudara-saudara yang saya sayang. Saya akan menjawab dengan pelukan. Sambil berbisik.

"Nanti, kalau sudah move on."

Monday, April 4, 2016

Fahri Hamzah: Jika Kita Terpaksa Pergi Aku Akan Menjadi yang Terakhir


Fahri Hamzah - malam ini, kisah ku mengguncang mu..
kau merasa kita seperti akan berpisah..

kau mendengar seolah aku akan pergi
dan tak akan pernah kembali..

aku melihatmu terpukul.. bersedih..
kata-kata mu tertahan.. terbata-bata..

kau seperti sulit mengungkap perasaan..
bulir-bulir hangat itu mulai mengalir..

aku ingin menenangkanmu sahabat…
jangan bersedih.. lerai airmatamu..

aku ingin mencintaimu tetap seperti dulu..
seperti pelepah dan bulir-bulir..
seperti embun dan ilalang pagi yang dingin..

kau bertanya,
inikah takdir kita dan di sinikah ia berakhir?

aku jawab, tidak..
inilah perjalanan kita dan ia akan terus mengisi hari-hari..

perjalanan kita kaya, perjalanan kita penuh romantika..
aku takkan lupa di mana kau berada.. pada hari ia bermula..

kita disebut ikhwan muda, dan kita duduk bersama..
dalam halaqah kita.. di halaman kampus kita.

kita menghafal alquran..
kita mendalami sunnah dan kehidupan tauladan..

kita mendengar dan bertukar fikiran..
atas risalah akhir zaman.

kita membaca tanda-tanda zaman..
kita membahas dialektika kehidupan..
teori sosial dan sastra perubahan..

hingga ia dianggap sempurna menjadi bekalan..
dan kita terjun ke lapangan..

kini kita telah jauh.. berada di sini..
setelah setahap kesempurnaan..

kita memulai, kita meniti..
kita terus belajar menjadi insan..
menjadi yang datang untuk perbaikan..

maka aku tidak maksudkan ini..
kecuali untuk perbaikan..

jangan bersedih sahabat..
jangan takut dengan jarak..
dunia ini bulat..

perputaran adalah hukum alam yang bergantian..
ditiup angin.. diseret arus pasang..

aku berjanji takkan pergi..
jika kita terpaksa pergi, aku akan menjadi yang terakhir..

aku akan bertahan..
ini rumah ku.. ini rumahmu.. ini rumah kita..

seberapa kuat aku akan menjaga ini semua.. sekuat kau.. sekuat kita semua..

tetapi ini bukan sengketa..
ini cinta.. inilah cara kita saling menjaga..

tetapi jika ia adalah benci..
terbakarlah kita semua jadi debu..

aku berlindung kepada Allah dari benci yang membakar hati..
aku tidak punya kehendak lain kecuali kebaikan dan perbaikan..

hanya itu..
bersabarlah kawanku.. aku mendoakanmu..

@Fahrihamzah, Senin malam (4/4/2016)

(sumber)

Dahnil Anzar Simanjuntak: Opini Kepolisian tidak Didasari Pemahaman Hukum yang Baik (Kasus Siyono)


Dahnil Anzar Simanjuntak - Brigjen Agus Rianto mengatakan di Harian Republika, Senin 4/04/16 Hal 9, Bahwa;
"Pertama. Polri telah melaksanakan autopsi dan hasilnya menunjukkan Siyono meninggal Karena Luka akibat benturan di Kepala.

"Kedua. Brigjen Agus menyebutkan Bahwa Luka itu Timbul Karena Siyono melakukan perlawanan terhadap anggota Densus 88 saat didalam mobil"

"Ketiga. selama ini Polri sudah melaksanakan penanganan Siyono sesuai Prosesur hukum, tidak Ada yang ditutup-tutupi. Polri sudah menjelaskan semua. jadi, Masyarakat jangan sampai membuat-buat Opini."

Saya ingin menjawab pernyataan tersebut diatas;

Pertama. Menurut 9 Dokter Tim Forensik Muhammadiyah dan 1 Dokter Forensik yg diutus Polda. Kondisi Jenazah menunjukkan Bahwa Jenazah Siyono belum pernah dilakukan otopsi sama sekali. Jadi, fakta ilmiah outopsi menunjukkan tdk Ada tanda-tanda Jenazah pernah dilakukan otopsi (Seperti dijelaskan Dokter Gatot, Ketua Tim Forensik yg juga didampingi Dokter forensik dari Polda pada saat konpress didepan Rumah bu Suratmi setelah proses otopsi selesai). Kami tidak paham otopsi macam apa yang dilakukan Polisi Versi Brigjen agus, yang menyatakan Bahwa kematian Siyono disebabkan Karena benturan dikepala. Padahal, 9 Tim Forensik Muhammadiyah ditambah 1 orang Dokter dari Polri, menemukan patah Tulang dibeberapa bagian tubuh Seperti dada dan bagian lain yang diakibatkan benda tumpul, tapi Karena tingginya Etika dan profesionalitas ketika ditanya wartawan Apakah itu penyebab kematian Siyono, Dokter Gatot menyatakan belum kami simpulkan menunggu Uji Mikroskopis atau Uji Lab, dan Akan disampaikan nanti setelah Uji lab.

Kedua. Berkaitan Bahwa Luka diperoleh Karena Siyono melakukan perlawanan, Dokter Forensik Muhammadiyah telah menemukan faktanya, dan Akan menyampaikan secara lengkap setelah Uji Laboratorium.

Ketiga. Justru dari keterangan diatas kelihatan Brigjen Agus atas Nama kepolisian yang beropini tidak didasari pemahaman hukum yang baik, merujuk kepada keterangan Siane Indriani, Anggota Komnas HAM ketika kami berdebat dengan Kapolres dilokasi TKP, Komnas HAM yang meminta Muhammadiyah Untuk membantu mengungkap fakta ini punya hak penyelidikan,(UU 39/99 pasal 89 ayat 3 Untuk melaksanakan fungsi komnas ham dalam pemantauan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 komnas ham bertugas dan berwenang melakukan butir (b) penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia.),

artinya sampai pada proses pencairan fakta melalui otopsi, nah apa yang dilakukan Muhammadiyah melalui outopsi atas permintaan Komnas HAM bukan opini tetapi berusaha menemukan fakta melalui Usaha ilmiah, justru Polri yang berusaha membangun opini Tanpa dasar pijakan ilmiah Seperti bisa menyebut kematian Siyono akibat benturan dikepala Padahal fakta ilmiah menunjukkan tdk pernah Ada otopsi sebelumnya Seperti yang disampaikan Dokter Gatot yang tidak dibantah oleh Dokter forensik dari Polri sendiri.

Mari kita Bantu Polisi menjadi lebih Profesional dan menghargai hukum dan melindungi hak hidup warga negaranya siapa pun Mereka. Ini saatnya kita Bantu Polisi berubah menjadi lebih baik melalui membantu Bu Suratmi istri Almarhum Siyono mencari keadilan.

Terimakasih
Dahnil Anzar Simanjuntak

Misi Utama Nabi Muhammad Bukan Untuk MengIslamkan Dunia


Dede Rusnandar - "Kalau seandainya Tuhanmu menghendaki, tentu berimanlah semua manusia di bumi. Maka apakah engkau (Muhammad) akan memaksa manusia hingga mereka menjadi orang-orang yang beriman semua?" (QS Yunus 10:99).

Banyak yang kaget rupanya ketika disodorkan ayat ini. Misi utama Nabi itu sejatinya bukan untuk menaklukkan dunia dan mengislamkan semua orang.

Misi Nabi itu dijelaskan oleh al-Quran sebagai rahmat untuk semesta alam. "Dan tiadalah Kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam" (QS. Al-anbiya 21/107).

Dan dijelaskan sendiri oleh Nabi dalam satu riwayat Hadis Sahih:

"Sesungguhya aku diutus untuk meyempurnakan akhlak yang mulia." Innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq (HR Bukhari).

Menebar Rahmat dan memperbaiki Akhlak itulah misi utama Nabi, bukan maksa-maksa orang lain masuk Islam atau memaksa mengikuti fatwa dan tafsiran kita sendiri, atau bahkan memaksa orang lain mengikuti pilihan politik kita.

Pemaksaan terhadap orang lain itu bukan rahmat dan bukan pula akhlak yang mulia. La ikraha fi al-din. Tidak ada paksaan dalam beragama.

Tafsir Ibn Katsir menjelaskan: "tidak perlu memaksa mereka. Barangsiapa dibukakan pintu hatinya oleh Allah maka mereka akan memeluk Islam. Barang siapa dikunci hati, pendengaran dan penglihatannya maka mereka tidak akan mendapat manfaat jikalau dipaksa masuk Islam".

Tafsir Fi Zhilalil Qur'an mengonfirmasi bahwa "manusia telah diberi tanggung jawab untuk memilih jalannya sendiri, dan mereka pula lah yang akan bertanggungjawab atas pilihannya tersebut."

Keimanan itu tidak perlu dipaksakan. Dakwah itu mengajak, bukan memaksa. Maka hindari cara-cara yang memaksa. QS al-Nahl 16/125 memberi kita petunjuk metode dakwah yang harus ditempuh:

- Pertama, dengan hikmah,
- Kedua, dengan mauizah (nasehat/pelajaran) yang baik dan
- terakhir kalau harus berdebat, bantahlah dengan argumentasi yang lebih baik.

Tidak perlu pula menjelekkan atau menghina kepercayaan orang lain. Bahkan standar moral yang luar biasa ditegaskan dalam QS al-An'am 6/108:

"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan." Kita dilarang dengan tegas untuk menistakan Tuhan dan sesembahan agama lainnya. Inilah akhlak yang diajarkan al-Qur'an.

Mari kawan ...Kita tunjukkan pada penduduk dunia akan ketinggian ajaran Islam yang menjadi rahmat bagi semesta dan membentuk pribadi-pribadi yang berakhlak mulia. Begitu mereka tahu maka biarkan mereka sendiri yang akan berbondong-bondong masuk Islam.

"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat". (QS al-Nashr 110/1-3)

Salam hangat dan selamat melanjutkan misi Nabi Muhammad

Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah
PCI Nahdlatul Ulama
Australia - New Zealand
☆☆☆☆☆

Dr. H. Nadirsyah Hosen, LLM, MA (Hons), PhD adalah orang Indonesia pertama dan satu-satunya yang menjadi dosen tetap di fakultas hukum di universitas di Australia.

Sejak pertengahan tahun 2015 dia mengajar di Monash University Faculty of Law, salah satu Fakultas Hukum terbaik di dunia. Sebelumnya selama 8 tahun ia mengajar pada Fakultas Hukum, Universitas Wollongong (2007-2015) hingga meraih posisi sebagai Associate Professor.
Tahun 2005 ia bekerja sebagai post-doctoral research fellow di TC. Beirne School of Law, Universitas Queensland.

Sunday, April 3, 2016

Jonru: Berbahagialah Fahri Hamzah


Jonru - Salah satu tugas seorang muslim adalah BERDAKWAH. Jadi, siapapun Anda, maka Anda adalah pendakwah, selama agama Anda masih Islam.

Kita berdakwah bukan karena kita anggota NU, bukan karena kita anggota Muhammaddiyah, bukan karena kita pengurus ormas Islam, bukan karena kita kader PKS, bukan karena kita anggota DPR fraksi PKS.

Kita berdakwah semata-mata karena kita Islam. Itu saja. Titik.

Jadi walau Anda dipecat dari jabatan di partai atau ormas tertentu, walau Anda diberhentikan dari organisasi, parpol, atau ormas tertentu, maka IT'S NOT A BIG DEAL. Itu hal yang sangat biasa.

Bagi seorang MUSLIM SEJATI, jabatan adalah ujian, sebab tanggung jawabnya sangat besar. Jika salah dalam menjalankan amanah, maka balasannya adalah API NERAKA.

Karena itu, seorang MUSLIM SEJATI tak pernah haus kekuasaan. Tak pernah minta jabatan. Ketika diberi amanah untuk menjadi pemimpin, dia menganggap itu sebagai musibah, sebagai ujian berat yang pertanggungjawabannya sangatlah berat.

Dan ketika seorang MUSLIM SEJATI dipecat dari jabatannya, maka sesungguhnya itu merupakan KARUNIA yang sangat besar. Sebab ia kini terbebas dari tanggung jawab dan beban yang sangat berat.

Justru, terbebasnya seorang MUSLIM SEJATI dari tanggung jawab tersebut, akan membuat dia lebih leluasa dalam bergerak. Ia tetap berdakwah seperti biasa, membela agama Allah.

Namun kini, cara dan sarananya saja yang berbeda.

Saya percaya, Fahri Hamzah adalah seorang MUSLIM SEJATI. Saya justru mengucapkan SELAMAT karena beliau kini terbebas dari beban dan tanggung jawab yang sangat berat.

Tak perlu mengasihani Fahri Hamzah. Kita justru harus iri padanya, karena beliau kini terbebas dari tanggung jawab yang sangat besar. Saya yakin, beliau kini SANGAT BAHAGIA.

Yang perlu dikasihani adalah diri kita sendiri, kita yang masih menganggap bahwa jabatan duniawi adalah segalanya, seolah-olah dunia sudah berakhir jika jabatan hilang dari diri kita.

Jakarta, 4 April 2016

Korupsi! Cor Jalan Beton kok Tulangnya Pake Kayu?


Kaos Koruptor - Ini Korupsi kecil-kecilan parah banget..

Bagaimana infrastruktur jalan di Mesuji tidak lekas hancur?, cor jalan beton ini ternyata tulangnya menggunakan kayu gelam bukan Kawat besi seperti yang semestinya. Kemana nih pemdanya? Kok tutup mata?. LOKASI FOTO : Jalan menuju Kota Terpadu Mandiri (KTM) Pasar Pagi Sp6.

#AyoLawanKorupsi